Dompet E-Wallet
Suatu Waktu Nanti, Dompetmu akan Berlalu
Catatan Pinggir

Sepuluh tahun lalu, “dompet tebal” adalah istilah untuk menyebut orang-orang berduit. Itu karena dompet cowok yang dikantongi di saku belakang celana, tampak kembung. Percaya, itu isinya uang benaran, bukan kertas bon atau struk belanja.

Perempuan kalau lagi di bus, kereta, atau pasar, mati-matian mengapit dompet di ketiak. Jangan sampai dompet tebalnya berpindah tangan. Atau, kalau bepergian jauh keluar kota, akan tersedia “kantong dora emon” buat mengamankan sebagian uang. Yang disimpan di dompet, secukupnya saja.

Tapi, mari berimajinasi. Mulai hari ini dan katakanlah sepuluh tahun yang akan datang, dompet tebal dan was-was tingkat dewa takut kehilangan dompet itu, mungkin sirna. Para lelaki mungkin tidak lagi menyiapkan saku celana yang besar buat simpan dompet. Perempuan tidak perlu mengapit dompet di muka umum sampai dompet kecipratan keringat dari ketiak.

Kini, dompet kulit kesayanganmu itu akan berlalu. Ia digantikan oleh dompet digital, atau dalam bahasa tekno-nya disebut e-wallet. Beberapa tahun lagi, e-wallet ini bakal mayor digunakan.

Apa bukti saya bilang begini? Laporan Boku Inc. bertajuk ‘Mobile Wallets Report 2021’, bilang kalau penggunaan e-wallet hari ini makin populer di Indonesia. Ada macam-macam alasan kenapa orang kita tidak mau repot lagi simpan uang di dompet. Maunya di e-wallet saja.

Katanya, 73% orang kita lebih suka pakai dompet digital karena mereka butuh bayar transaksinya secara daring. Secara, belanjanya kan di toko hijau atau orange. Jadi lebih mudah bayar pakai e-wallet. Daripada mondar-madir ke ATM, harus bayar parkir lagi.

Alasan lain, 69% responden bilang kalau pakai e-wallet bisa dapat cashback/diskon dari penyedia e-wallet. Lumayan kan bisa dapat potongan harga. Kaum ibu paling deman tuh kalau yang ada bau-bau diskonnya.

Lalu, ada pula 61% responden yang mau pakai e-walet karena ingin coba teknologi baru. Nah, kalau yang ini hampir dipastikan gen-z banget. Pokoknya kalau ada teknologi baru, wajib coba. Kalau tidak bakal terasing di tongkrongan. Atau, daripada terabaikan dari obrolan di kafe instragramable, mending ikut nyobain.

Selain itu, 53% responden mau pakai e-wallet karena ingin berhenti pakai uang tunai. Daripada harus hitung kembalian, apalagi kembaliannya receh yang bakal terabaikan di rumah, mending pakai e-wallet.

Laporan yang sama juga menyebutkan, nilai transaksi e-wallet di Indonesia per-2020 mencapai US$ 28 miliar. Sementara, volume transaksi e-wallet menapai 1,7 miliar kali.

Saya pikir, pandemi adalah pemicu yang bikin traksasi berbasis e-wallet ini meningkat signifikan. Waktu itu, kita semua dilarang bepergian. Semua wajib tinggal di rumah. Jadilah e-wallet jadi pilihan yang paling pas. Pandemi berlalu, kebiasaan itu terus berlanjut. Daripada balik ke zaman old, mending lanjutkan saja. Toh sudah nyaman kan?

Disebutkan juga, total pengguna e-wallet di tanah air tercatat sebesar 63,6 juta. Angka ini diperkirakan bakal mencapai 202 juta pengguna pada 2025.

Dari proyeksi ini terlihat jelas bahwa dompet kulit kesayangmu, cepat atau lambat akan berlalu. Apalagi kalau memang kondisinya sudah buluk. Berbesar hatilah untuk menyiapkan perpisahan yang pantas untuknya.

Oh ya pembaca yang budiman. Saya tertarik menulis ini karena pengalaman riil saya selama ikut ASEAN-China Digital Economy Workshop di Zhejiang University, Hangzhou, China. Kurang lebih sudah tiga minggu saya dan kawan-kawan ikut workshop ini.

Hampir semua aktivitas transaksi di sini semuanya pakai e-money. Di Hangzhou sendiri mayoritas transaksi sudah berbasis aplikasi. Mau naik kereta, pesan taksi, beli makan di warung kecil, bahkan naik sepeda sekalipun, semua pakai aplikasi.

Transformasi teknologi berbasis aplikasi di China nggak ada duanya. Sangat jarang bisa menemukan orang bawa duit banyak di dompet. Cukup banyak saldo di e-wallet atau aplikasi bayar. Dan saya yang hanya tinggal sebulan di sini pun terpaksa harus beradaptasi. Lebih baik download aplikasi, daripada mutarin lorong-lorong buat cari warung yang bisa bayar tunai. Itu pun belum tentu dapat.

Jadi, saya kira proyeksi tumbuh kembang e-wallet di Indonesia akan semakin meluas. Kalau hari ini hanya banyak dipakai orang-orang di kota besar semacam Jakarta dan sekitarnya, mungkin sepuluh tahun lagi akan meluas ke pulau-pulau lain di semua wilayah Indonesia.

*Pernah dibupulikasikan di thecolumnist.id, 1 September 2023

Artikel Terdahulu:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *