Narasumber Semiotika
Narasumber Semiotika untuk Skripsi
Catatan PinggirSemiotika

Kalau biasanya saya meladeni diskusi teman-teman mahasiswa seputar penelitian semiotika, kali ini berbeda. Saya diminta menjadi narasumber semiotika.

Permintaan ini datang dari seorang penonton konten saya asal Universitas Padjajaran Bandung, Jawa Barat.

Ceritanya, ia sedang menyelesaikan skripsi tentang semiotika Roland Barthes. Dan, dosen pembimbing mewajibkannya untuk menambahkan wawancara.

Ia diminta untuk mencari seseorang sebagai narasumber semiotika untuk memperkuat penelitiannya. Setelah ia scrolling di media sosial, jumpalah ia dengan konten-konten saya.

Lalu ia menghubungi saya dan meminta kesediaan untuk menjadi narasumber atau ahli semiotika yang memperkuat penelitiannya.

BACA: Paham Strukturalisme dalam Ilmu Komunikasi

Awalnya saya meminta dia untuk mengajukan profil saya ke dosen pembimbing, apakah saya sudah layak ia posisikan sebagai “ahli semiotika”, dan layak untuk diwawancarai.

Ia menjelaskan bahwa ia sudah memperlihatkan konten-konten saya kepada dosen pembimbingnya, dan dosen tersebut setuju untuk ia wawancarai saya.

Jadilah kami melakukan sesi wawancara untuk kepentingan memenuhi kebutuhan datanya dalam kajian semiotika.

Perihal saya menjadi narasumber semiotika ini bukan baru pertama. Sebelumnya, sudah ada seorang mahasiswa dari Universitas “Veteran” Jakarta.

Ia juga menghubungi saya untuk wawancara terkait tema semiotika. Waktu itu saya sedang tidak bisa karena kesibukan, maka saya anjurkan ia untuk menonton konten-konten saya. Bila ada hal yang belum jelas, bisa dikonfirmasi melalui pesan.

Juga pernah ada mahasiswa dari Universitas Pelita Harapan dan Universitas Negeri Semarang. Mereka juga menghubungi saya untuk kepentingan serupa.

Demikianlah saya diminta “bantu” untuk para mahasiswa yang sangat membutuhkan narasumber untuk tema-tema semiotika.

BACA JUGA: Semiotika Tzvetan Todorov

Di kolom komentar konten yang saya bikin di @dunia.dosen, banyak pertanyaan seputar: apakah penelitian semiotika perlu wawancara?

Dan saya selalu menjelaskan bahwa sifat wawancara dalam penelitian semiotika adalah fakultatif. Bisa dibutuhkan, bisa juga tidak.

Yang menentukan perlu wawancara atau tidak adalah si mahasiswa dan dosen pembimbingnya. Bila dirasa perlu wawancara untuk semakin mempertegas pembahasan, maka wawancara itu perlu dilakukan.

Jadi, silakan dipertimbangkan dan konsultasikan sejak awal, apakah penelitian semiotika Anda perlu seseorang untuk Anda wawancarai?

Bila Anda punya pertanyaan atau ingin konsultasikan skripsi Anda, silakan menghubungi saya melalui kontak yang ada di blog saya ini atau via massage di akun TikTok: @dunia.dosen.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *