29 April 2024, saya menyediakan waktu untuk diskusi sekaligus wawancara dengan seorang mahasiswi Universitas Dian Nusantara atau UNDIRA Jakarta Barat.

Mahasiswi ini asal Bali, jadi dia tertarik untuk meneliti tentang makna dan pergeseran makna gelang tridatu, dalam kebudayaan masyarakat Hindu Bali.

Dulu, gelang tiga warna yang lahir dari tradisi masyarakat Hindu tersebut memiliki makna yang sangat kuat dan cenderung mistis. Nilai mistisnya terletak pada keyakinan bahwa gelang tersebut bisa menghindarkan penggunanay dari segala marah bahaya.

Gelang tersebut pun tidak bisa digunakan oleh sembarang orang. Ia hanya digunakan oleh mereka yang beragama Hindu. Dan, sebelum menggunakannya, si penggguna dan gelangnya harus melewati prosesi keagamaan.

Namun, seiring berkembangnya wisata di Bali, yang tidak mungkin dilepaskan dari budaya, tradisi, bahkan agama, gelang tridatu pun perlahan mengalami pergeserang makna.

Gelang tiga warna tersebut kini dijual bebeas sebagai merchandise atau ole-ole buar para pelancong di Bali. Mareka yang datang ke Bali tinggal membeli lalu memakainya sebagai hiasan.

Mahasiswi ini kemudian menjadikan fenomena ini sebagai sebuah objek kajian semiotika. Lantas, ia menggunakan pendekatan semiotika Charles Sanders Peirce sebagai pisau analisa untuk pergeseran makna ini.

Kenapa sampai ia harus berkonsultasi dengan saya? Lagi-lagi karena ia tidak bisa mendapatkan bimbingan yang memuaskan dari dosen pembimbingnya di kampus. Dosennya cenderung selalu setuju saja, tanpa memeriksa dengan detail.

Sementara ia sedang persiapan untuk seminar hasil. Ia khawatir saat ujian nanti ia tidak bisa mempertanggungjawabkan apa yang ia tulis di skripsinya. Apalagi, kalau skripsinya benar-benar salah total.

Jadilah kami berdiskusi lebih satu jam. Lalu ia melanjutkan dengan wawancara dengan saya sebagai salah satu narasumber semiotika untuk skripsinya.

Semoga berhasil ya. Sukses selalu…